BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar
belakang
Appendiks merupakan suatu bagian sepertoi
kantong yang non fungsional dan terletak di bagian inferior seikum (smeltzer,
2002).
Berdasarkan data WHO tahun 2005
didapatkan bahwa jumlah penderita apendiksitis berjumlah sekitar 50 %. Adapun jumlah penderita penyakit apendiksitis pada tahun 2009 di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah penduduk
Indonesia, di Kalimantan Timur berjumlah 26% dari jumlah penduduk di Kalimantan Timur, di
Samarinda berjumlah 25% dari jumlah penduduk Samarinda.
Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh
infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai
sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan
(obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces
yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit
cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Diantara
beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya
sebagai penyabab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia
jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi
bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat
mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang
sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.
Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asin, Begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.
Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asin, Begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.
Pembedahan segera dilakukan,
untuk mencegah terjadinya ruptur (peca), terbentuknya abses atau peradangan
pada selaput rongga perut (peritonitis).
Pada hampir 15% pembedahan usus buntu, usus buntunya ditemukan normal. Tetapi penundaan pembedahan sampai ditemukan penyebab nyeri perutnya, dapat berakibat fatal. Usus buntu yang terinfeksi bisa pecah dalam waktu kurang dari 24 jam setelah gejalanya timbul. Bahkan meskipun apendisitis bukan penyebabnya, usus buntu tetap diangkat. Lalu dokter bedah akan memeriksa perut dan mencoba menentukan penyebab nyeri yang sebenarnya. Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi angka kematian pada apendisitis. Penderita dapat pulang dari rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan penyembuhan biasanya cepat dan sempurna. Usus buntu yang pecah, prognosisnya lebih serius. 50 tahun yang lalu, kasus yang ruptur sering berakhir fatal. Dengan pemberian antibiotik, angka kematian mendekati nol.(medicastore)
Pada hampir 15% pembedahan usus buntu, usus buntunya ditemukan normal. Tetapi penundaan pembedahan sampai ditemukan penyebab nyeri perutnya, dapat berakibat fatal. Usus buntu yang terinfeksi bisa pecah dalam waktu kurang dari 24 jam setelah gejalanya timbul. Bahkan meskipun apendisitis bukan penyebabnya, usus buntu tetap diangkat. Lalu dokter bedah akan memeriksa perut dan mencoba menentukan penyebab nyeri yang sebenarnya. Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi angka kematian pada apendisitis. Penderita dapat pulang dari rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan penyembuhan biasanya cepat dan sempurna. Usus buntu yang pecah, prognosisnya lebih serius. 50 tahun yang lalu, kasus yang ruptur sering berakhir fatal. Dengan pemberian antibiotik, angka kematian mendekati nol.(medicastore)
Dari fakta diatas, maka penulis tertarik untuk
mengangkat asuhan keperawatan pada klien dengan kasus apendiksitis.
1.2 Tujuan penulisan
1.2.1
Tujuan umum
Mengetahui asuhan
keperawatan klien dengan apendiksitis
1.2.2
Tujuan khusus
a.
Melakukan
pengkajian keperawatan pada dengan Appendiksitis.
b.
Merumuskan diagnosa keperawatan
yang tepat pada klien dengan Appendiksitis.
c.
Menetapkan
perencanaan keperawatan pada klien dengan Appendiksitis.
d.
Melaksanakan
tindakan keperawatan pada klien dengan Appendiksitis.
e.
Melakukan
evaluasi tindakan keperawatan
yang telah dilakukan pada klien dengan Appendiksitis.
1.3 Manfaat penulisan
a.
Bagi institusi
1. Menghasilkan
lulusan DIII Keperawatan yang mampu menjalankan tugas dan kewajiban sesuai
dengan kompetensi dan moral yang berlaku
2. Menghasilkan
lulusan DII Keperawatan yang mampu menjalankan asuhan keperawatan dengan
tanggungjawab sesuai ketentuan.
b. Bagi
rumah sakit
Memberikan penanganan yang baik dan benar pada klien dengan apendiksitis.
c. Bagi
masyarakat
Memberikan
pengetahuan kepada masyarakat tentang bagaimana cara mengatasi masalah
appendiks
1.4 Sistematika penulisan
Penyusunan makalah ini terdiri dari 3 bab dengan urutan
sebagai berikut :
Bab I : pendahuluan
terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan
sistematika penulisan
Bab II : tinjauan
pustaka terdiri dari konsep dasar apendiksitis dan konsep dasar asuhan
keperawatan apendiksitis.
Bab III : penutup terdiri dari kesimpulan dan
saran.
BAB
2
Tinjuan
Pustaka
A. Konsep Dasar Apendiksitis
1. Pengertian
Appendiks merupakan
suatu bagian sepertoi kantong yang non fungsional dan terletak di bagian
inferior seikum (smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah
kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh
tanpa perawatan, tapi banyak kasus memerlukan laparatomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi bila tidak di terawat, angka kematian cukup
tinggi, di karenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang
terinfeksi hancur (Anonim, Apendisitis,2007).
Apendiksitis adalah peradangan akibat infeksi
pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan.
Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau
sekum. Usus buntu besarnya sebesar kelingking tangan dan terletak di perut
kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lender (Anonim, apendisitis,
2007).
2. Anatomi dan fisiologi
Saluran
pencernaan berfungsi sebagai penerima makanan dan mempersiapkan untuk
diasimilasi oleh tubuh . Saluran pencernaan terdiri atas: mulut, faring,
oesofagus, lambung, dan usus halus yang terdiri dari duedonum, yeyunum dan
ileum, usus besar : seikum, appendiks, colon desenden , colon tranversum, colon
sigmoid, rectum, anus .
a.
Anatomi Apendiks
Merupakan
organ berbentuk tabing, kurang
lebih 10 cm dan berpangkal diseikum lumennya sempit dibagian proximal dan
melebar dibagian distal apendiks dilapisi oleh lapisan sub mukosa yang
mengandung banyak jaringan limfe .
Apendiks
diperdarahi oleh arteri apendikular . Pada posisinya yang normal apendiks
terletak pada dinding abdomen dibawah titik Mc Burney.
b.
Fisiologi
Apendiks
menghasilkan lendir 1-2 ml perhari lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke seikum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.
Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT ( Gut Associated
Lymphoid Tissue ) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ,
ialah IgA immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah
jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran
cerna dan seluruh tubuh.
3.
Etiologi
a. Fekalit
b. Streptococcus
c. Cacing ascariasis
d. Hyperplasia jaringan limfe
e. Trauma daerah abdomen
f. Adanya fekalit dalam lumen appendiks
karena penyumbatan feces, lumen melebar dan mengadakan perangsangan terhadap
pembuluh darah.
4.
Tanda dan gejala
Gejala
klinis pada appendisitis adalah nyeri perut. Pada mulanya nyeri perut ini
hilang timbul seperti kolik dan terasa disekitar umbilicus, bila penderita
platus atau BAB rasa sakitnya akan berkurang, bila proses radang telah menjalar
ke peritonium parietal setempat, maka akan timbul nyeri local pada perut kanan
bawah daerah Mc Burney bila terjadi perforasi untuk sementara rasa sakit ynag hebat
diseluruh perut. Anoreksi hampir selalu terdapat dan muntah merupakan hal yang
khas.
Biasanya
terjadi konstipasi tetapi pada anak-anak dan pada penderita yang appendiks
dekat rectum sering terjadi diare. Gejala umum lainnya adalah demam mula-mula
demam tidak begitu tinggi tetapi menjadi hiperpireksi bila terjadi perforasi.
5.
Patofisiologi
-
Fekalit
-
Streptococcus
-
Cacing
ascariasis
-
Hyperplasia
jaringan limfe
Peningkatan tekanan intra abdomen
Fekalit
Kurang terpaparnya informasi
Sumber informasi kurang
Tekanan pada area
lambung
Merangsang nervus X
(vagus)
Modula oblongata
(trigerson)
Mual muntah
Merangsang RAS
Otak siaga
sadar
Obstruksi
lumen appendiks
Bendungan mucus
Peningkatantekanan intra
lumen
Aliran limfe terhambat
Edema diapedesis bakteri dan ulserasi
mukosa
Menstimulasi
substansi B,P,L,H
Menstimulasi
nosiseptor
Transmisi
Modulasi
Persepsi
Menekan syaraf motorik
Kelemahan
fisik
Salah
interpretasi informasi
Stress
meningkat
Kurang
support orang terdekat
Koping
tidak efektif
Terputusnya kontuinitas jaringan
6.
Klasifikasi
Appendisitis
dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu :
a. Appendisitis akut : yaitu peradangan yang
terjadi pada umbai cacing secara mendadak dan meluas melalui peritoneum
parietal sehingga timbul rasa sakit yang mendadak.
b. Appendisitis infiltrat peradangan umbai
cacing yang melekat pada dinding perut.
c. Appendisitis kronis peradangan appendiks
yang terjadi secara menahun yang merupakan kelanjutan appendiks infiltrat yang
tidak mendapat pengobatan dan perawatan intensif sehingga gejalanya menghilang
dan suatu saat akan timbul lagi gejala tersebut.
d. Appendisitis abses yaitu kelanjutan dari
appendicitis kronis yang kurang perawatannya dan kuman cukup ganas sehingga menimbulkan
abses.
7.Komplikasi
Komplikasi
apendiksitis adalah sepsis
yang dapat berkembang menjadi : perforasi, abses, peritonitis. Perforasi secara
umum terjadi 24 jam setelah nyeri. Gejala nyeri antara lain demam suhu 37,50C–38,50C
atau lebih tinggi, penampilan toksik, meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda
peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi ileus, demam, malaise, dan lekositosis. (Seymour, 2003).
8.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin akan menunjukan
lekostosis ringan dan hitung jenis bergeser kekiri pada perforasi terjadi
lekositosis yang lebih tinggi.
Pemeriksaan
urine penting untuk membedakan appendicitis dengan kelainan ginjal,
kadang-kadang ditemukan lekosit pada urine penderita appendicitis.
Pemeriksaan
photo polos abdomen tidak menunjukan tanda pasti appendicitis tetapi mempunyai
arti penting dalam membedakan appendicitis dengan obstruksi usus halus atau
batu ureter kanan. Adanya fekolit merupakan hal ini sangat jarang ditemukan
udara dibawah diafragma menunjukan adanya perforaasi.
9.Penatalaksanaan
a. Appendisitis
infiltrat.
· Ukuran kurang dari 5 cm : operasi
· Ukuran lebih dari 5 cm : konservatif
(terapi obat – obatan )
b. Appendisitis
akut :Appendektomi.
c. Appendisitis
perforasi :appendektomi perlaparatomi.
Penatalaksanaan Appendektomi.
1) Tindakan pre operative
Penderita
dirawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu badan
penderita. Bilas terlihat adanya gangguan keseimbangan cairan maka segera
diberikan cairan parenteral Nacl 0,9 % sesuai dengan keadaan hidrasi, berikan
sedatif intramuskular. Daerah perut bawah dan pubis dibersihkan dan dicukur.
Premedikasi diberikan 30 menit sebelum rencana dioperasi dilakukan diberikan
petidin, sulfas atropin dan DBP.
2) Tindakan operatif Appendektomi.
3) Tindakan post operatif.
Observasi
tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam. Syok hyperemi
dan gangguan pernapasan angkat sonde lambung bila penderita telah sadar
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Kemudian baringkan penderita
pada posisi fowler penderita dapat dikatakan baik bila dalam 2 jam tidak
terjadi gangguan dan selama itu pasien puasa bila tindakan operasi besar yaitu
perforasi atau peritonitis umum maka puasa diteruskan sampai fungsi usus
kembali normal, kemudian berikan minum
mulai 15 ml/ jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya
diberikan makanan saring dan berikutnya makanan lunak. Satu hari pasca bedah
penderita dianjuran untuk duduk tegak ditempat selama 2 x 30 menit. Hari kedua
pasca bedah dapat berdiri dan duduk diluar kamar hari ketujuh pasca bedah luka
operasi dapat di angka dan penderita boleh pulang.
Merawat luka post appendektomi
dengan tehnik aseptik dan anti septic untuk mencegah terjadinya infeksi.
10.
Prognosis
Apendiktomi
yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian dapat terjadi pada
beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30% kasus apendiks
perforasi atau apendiks gangrenosa
B.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses
keperawatan merupakan kerangka kerja perawat saat memberikan asuhan keperawatan
pada pasien. Proses keperawatan merupakan pendekatan kerja yang sistematis
terorganisasi, fleksibel dan berkelanjutan. Tahap – tahap dalam proses
keperawatan saling ketergantungan satu dengan lainnya dan bersifat dinamis dan
disusun secara sisematis untuk menggambarkan
perkembangan dari tahap yang satu ketahap yang lain.
1. Pengkajian
Pengkajian
adalah pendekatan sistematis untuk
mengumpulkan data baik subyek maupun obyek, adapun tujuan pengkajian
adalah memberikan gambaran yang terus
menerus mengenai kesehatan pasien.
Pada
tahap pengkajian ini ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan antara lain :
a. Mengumpulkan tentang data pasien
Data dasar adalah data yang menyangkut semua aspek dari pasien yang terdiri
dari data – data biografi, keluhan utama, riwayat sebelum sakit, riwayat
penyakit sekarang, riwayat kesehatan keluarga, riwayat kesehatan lingkungan
keadaan psiksosisal dan aspek spiritual biasanya data dasar ini diperoleh pada
saat pertama kali perawat kontak dengan
pasien. Sedangkan data yang difokuskan kepada pasien masalah kesehatan
pada saat itu adalah:
1)
Aktivitas
/ istirahat dengan gejala malaise.
2)
Sirkulasi
darah memperlihatkan tanda takikardi.
3) Eliminasi dengan gejala konstipasi pada
awitan awal, diare (kadang-kadang) serta tanda distensi abdomen, nyeri
tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan/tidak ada bising usus.
4) Integritas ego dengan gejala perasan
cemas, takut marah, apatis, faktor-faktor stress multiple , misalnya finansial,
hubungan gaya hidup , disertai dengan
tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan peka rangsang,
stimulai simpatis.
5) Makanan / cairan anoreksia , mual/muntah.
6) Nyeri / kenyamanan dengan gejala nyeri
abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc Burney ( setengah jarak antara umbilicus dengan
tulang ileum kanan ) meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam
( nyeri tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada appendisitis ). Kalau
berbagai rasa nyeri / gejala tak jelas ( sehubungan dengan lokasi appendiks,
contoh retrosekal atau sebelah ureter ) dengan perilaku berhati-hati berbaring
kesamping atau terlentang dengan lutut ditekuk meningkatnya nyeri pada kuadran
kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak, nyeri lepas
pada sisi kiri di duga inflamasi peritoneal.
7) Keamanan tandanya demam biasanya rendah.
Pernafasan tandanya takipnea, pernapasan dangkal.
8) Penyuluhan atau pembelajaran riwayat
kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen contoh pielitis acut batu
uretra, salpingitis acut,ileitis regional.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa
keperawatan didapat setelah data-data yang terkumpul dianalisa, diagnosa
keperawatan pada dasarnya adalah kesimpulan dari masalah kesehatan yang dialami
klien. Diagnosa keperawatan merupakan uraian atau penafsiran tentang masalah
kesehatan dimana perawat dapat menanganinya dalam bentuk tindakan kepeawatan
yang ditujukan untuk mencegah, mengatasi atau mengurangi masalah tersebut.
Diagnosa
keperawatan menurut NANDA, 2012-2014 yang mungkin muncul pada klien
dengan appendiksitis adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera biologis
b. mobilitas
fisik, hambatan berhubungan dengan nyeri
c. defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
d. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan
fisik ( nyeri )
diagnose yang muncul dengan ksus appendiks
menurut rumusan diagnose NANDA antara lain :
a.
Pre operasi
1.
Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2.
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual,muntah.
b.
Post operasi
1.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
2.
Resiko kehilangan volume cairan berhubunmgan dengan asupan
cairan yang tidak adekuat.
3.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
4.
Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik
5.
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif
4. Perencanaan keperawatan
Pre Operasi
No
|
Diagnosa
|
Tujuan dan criteria hasil
|
Intervensi
|
1.
2.
|
Nyeri akut
Nutrisi,
ketidakseimbangan : kurang dari kebutuhan tubuh
|
Klien akan
dapat melaporkan nyeri berkurang dalam waktu 3 jam dengan criteria hasil :
-
Klien mengeluh nyeri jarang
-
Skala nyeri 4
-
Rileks
-
Selera makan normal
-
Tidak ada bukti nyeri yang diamati
-
Dapat melakukan teknik relaksasi nafas dalam
Klien
akan dapat melaporkan asupan makanan dan cairan adekuat dengan criteria hasil
:
-
Berat badan meningkat 1 kg
-
Komponen gizi adekuat
-
Menoleransi diet-diet yang dianjurkan
|
1.
Minta klien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan
pada skala 0 – 10
2.
Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan
nyeri oleh analgesic dan kemungkinan efek sampingnya.
3.
Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan
lingkungan terhadap nyeri dan respon klien
4.
Dalam mengkaji nyeri klien, gunakan kata-kata yang
sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan pasien.
5.
Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang
dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan.
6.
Pemberian analgesic : menggunakan agen-agen
farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
1.
Identifikasi factor pencetus mual dan muntah
2.
Catat warna, jumlah, dan frekuensi muntah
3.
Instruksikan pasien agar menarik napas dalam perlahan
dan menelan secara sadar untuk mengurangi mual dan muntah
4.
Tawarkan hygiene mulut sebelum makan
5.
Berikan obat anti emetic dan / analgesic sebelum
makan atau sesuai dengan jadwal yang dianjurkan
|
Post
Operasi
No.
|
Diagnose keperawatan
|
Tujuan dan criteria hasil
|
intervensi
|
1.
2
3.
4.
|
Nyeri akut
Mobilitas
fisik, hambatan
Defisiensi
pengutahuan
Insomnia
|
Klien akan
dapat melaporkan nyeri berkurang dalam waktu 3 jam dengan criteria hasil :
-
Klien mengeluh nyeri jarang
-
Skala nyeri 4
-
Rileks
-
Selera makan normal
-
Tidak ada bukti nyeri yang diamati
-
Dapat melakukan teknik relaksasi nafas dalam
Klien akan
dapat melaporkan tidak mengalami gangguan dalam waktu 2 x 24 jam dengan
criteria hasil :
-
Tidak mengalami gangguan sendi dan otot
-
Bisa berjalan
-
Bisa bergerak dengan mudah
Klien akan dapat melaporkan deskripsi rasional untuk apendiks
dalam waktu 2 jam dengan criteria
hasil :
-
Klien dan keluarga dapat mengidentifikasikan
kebutuhan informasi tambahan tentang program terapi
-
Memperlihatkan kemampuan menjelaskan kembali materi
yang telah disampaikan
Klien akan
dapat melaporkan kualitas tidur tidak terganggu dalam waktu 1 x 24 jam dengan criteria hasil :
-
Jumlah jam tidur setidaknya 5 jam/24 jam
-
Perasaan segar setelah tidur
-
Terbangun di waktu yang sesuai
|
7.
Minta klien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan
pada skala 0 – 10
8.
Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan
nyeri oleh analgesic dan kemungkinan efek sampingnya.
9.
Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan
lingkungan terhadap nyeri dan respon klien
10. Dalam
mengkaji nyeri klien, gunakan kata-kata yang sesuai dengan usia dan tingkat
perkembangan pasien.
11. Informasikan
kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan
strategi koping yang disarankan.
12. Pemberian
analgesic : menggunakan agen-agen farmakologi untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri
1.
Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan
di rumah dan kebutuhan terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama
2.
Ajarkan klien tentang dan pantau penggunaan alat
bantu mobilitas ( misalnya tongkat, walker, kruk atau kursi roda )
3.
Ajarkan dan bantu pasien dan proses berpindah (
misalnya dari tempat tidur ke kursi )
4.
Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan
5.
Berikan penguatan positif selama aktifitas
6.
Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki anti selip
yang mendukung untuk berjalan
1.
Periksa keakuratan umpan balik untuk memastikan bahwa
pasien memahami program terapi dan informasi lainnya yang relevan
2.
Penyuluhan individual : tentukan kebutuhan belajar
pasien, lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan
pemahaman terhadap materi
3.
Kaji daya belajar pasien
4.
Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman
pasien, ulangi informasi bila diperlukan
5.
Gunakan berbagai pendekatan penyuluhan,
redemonstrasi, dan berkaitan umpan balik secara verbal dan tertulis
6.
Beri informasi tentang sumber-sumber komunitas yang
dapat menolong pasien dalam mempertahankan program terapi
1.
Tentukan efek samping pengobatan terhadap pola tidur
pasien
2.
Pantau pola tidur pasien dan catat hubungan
factor-faktor fisik ( misalnya : nyeri/ketidaknyamanan dan berkemih )
3.
Anjurkan klien untuk membatasi asupan cairan di sore
hari untuk menurunkan kemungkinan terbangun di malm hari karena ingin
berkemih
4.
Bantu klien untuk memilih aktifitas fisik dan social
di siang hari yang sesuai dengan kemampuan fungsionalnya ( misalnya berjalan
)
5.
Gunakan lampu malam hari untuk keamanan pasien
6.
Pertimbangkan menggunakan pispot di samping tempat
tidur untuk digunakan di malam hari meskipun tidak digunakan di siang hari
|
5.
Pelaksanaan
Pelaksanaan
tindakan keperawatan pada pasien post operasi appendicitis mengacu pada rencana
keperawatan yang sesuai dengan teori Doenges , ME meliputi : mempertahankan
istirahat, mendorong ambulasi dini, memberikan intake cairan adekuat,
mempertahankan keseimbangan cairan, memberikan informasi tentang prosedur
pembedahan/prognosis, kebutuhan pengobatan dan potensial komplikasi, memberikan
dukungan dan support, melakukan pencucian tangan yang baik, melakukan perawatan
luka secara aseptic dan antiseptik.
Pada
tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melaksanakan tindakan – tindakan
keperawatan yang telah direncanakan dan dianjurkan dengan pendokumentasian
semua tindakan yang telah dilakukan.
5. Evaluasi
Fase
akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan. Evaluasi asuhan
keperawatan adalah tahap akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Hasil akhir yang diharapkan dari perawatan pasien post operasi
appendisitis adalah komplikasi dapat dicegah / minimal, nyeri terkontrol ,
prosedur bedah/prognosis, program terapi dapat dipahami, kecemasan pada pasien
/ keluarga dapat berkurang /teratasi, tidak terjadi inekfsi/keseimbangan cairan
dan elektrolit dapat dipertahankan
Evaluasi
ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus menerus untuk
menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi tujuan jangka
pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus
pada akhir semua tindakan yang dilakukan sekaligus disebut juga mengevaluasi
tujuan jangka panjang
BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Apendisitis
adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30
tahun (Mansjoer, 2000).
Pengkajian
pada klien dengan apendiksitis diantaranya adalah sebagai berikut Aktivitas / istirahat dengan gejala
malaise, Sirkulasi darah
memperlihatkan tanda takikardi, Eliminasi dengan gejala konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)
serta tanda distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan/tidak
ada bising usus, Integritas
ego dengan gejala perasan cemas, takut marah, apatis, faktor-faktor stress
multiple , misalnya finansial, hubungan gaya hidup , disertai dengan tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan
ketegangan peka rangsang, stimulai simpatis, Makanan / cairan anoreksia , mual/muntah.
Terdapat 4 diagnosa keperawatan pada klien
dengan apendiksitis diantaranya adalah sebagai berikut : . Nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera biologis, mobilitas fisik, hambatan
berhubungan dengan nyeri, defisiensi pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (
nyeri ).
Perencanaan dibuat sesuai dengan diagnose
yang telah ditentukan yang berdasarkan nic dan noc
Pelaksanaan
tindakan keperawatan pada pasien post operasi appendicitis mengacu pada rencana
keperawatan yang sesuai dengan teori Doenges , ME meliputi : mempertahankan
istirahat, mendorong ambulasi dini, memberikan intake cairan adekuat,
mempertahankan keseimbangan cairan, memberikan informasi tentang prosedur
pembedahan/prognosis, kebutuhan pengobatan dan potensial komplikasi, memberikan
dukungan dan support, melakukan pencucian tangan yang baik, melakukan perawatan
luka secara aseptic dan antiseptik.
Pada
tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melaksanakan tindakan – tindakan
keperawatan yang telah direncanakan dan dianjurkan dengan pendokumentasian
semua tindakan yang telah dilakukan.
Evaluasi merupakan akhir dari proses
keperawatan. Evaluasi asuhan
keperawatan adalah tahap akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Hasil akhir yang diharapkan dari perawatan pasien post operasi
appendisitis adalah komplikasi dapat dicegah / minimal, nyeri terkontrol ,
prosedur bedah/prognosis, program terapi dapat dipahami, kecemasan pada pasien
/ keluarga dapat berkurang /teratasi, tidak terjadi inekfsi/keseimbangan cairan
dan elektrolit dapat dipertahankan
3.2 Saran – saran
1.
Penulisan makalah ini dapat menjadi acuan dalam meningkatkan
IPTEK Khususnya dalam dalam bidang keperawatan.
2.
Diharapkan
petugas pelayanan kesehatan dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik–baiknya
kepada klien dan dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan sesuai dengan Standar
Asuhan Keperawatan.
3.
Diharapkan
klien maupun keluarga dapat menerapkan Asuhan keperawatan yang telah
diberikan sehingga dapat
meningkatkan taraf hidup lebih sehat dan lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Wikinson, Judith M, 2012, Buku saku
Diagnosa Keperawatan edisi 9, EGC,
Jakarta
Linda Juan, 2000, Diagnosa
Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta
.
Doenges, Marlynn, E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III, EGC, Jakarta.
Doenges, Marlynn, E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III, EGC, Jakarta.
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri,
Edisi 3. Jakarta: EGC
www.
harnawatiarjwordpress.com diakses tanggal 15 November 2012
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar